Jakarta –
China diprediksi akan menghadapi puncak gelombang COVID-19 pada bulan ini dengan total 11 juta kasus per minggu. Berdasarkan data perkiraan dari perusahaan kesehatan Airfinity yang berbasis di Inggris, gelombang baru yang dipicu oleh subvarian Omicron XBB lebih kecil dari gelombang sebelumnya.
“Pemodelan kami memperkirakan lonjakan akan mencapai puncaknya pada awal Juni sekitar 11 juta per minggu, dengan 112 juta orang terinfeksi selama kenaikan ini,” kata Airfinity, dikutip dari South China Morning Post, Kamis (8/6/2023).
Seberapa buruk?
Hingga saat ini, masih belum ada data resmi dari China terkait jumlah kasus dan situasi gelombang COVID-19 di sana. Ini karena Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) China berhenti menghasilkan data mingguan jumlah hasil tes positif dan kunjungan klinik untuk pasien demam pada awal Mei.
IKLAN
GULIR UNTUK LANJUTKAN KONTEN
Hal ini bertepatan dengan pencabutan status darurat COVID-19 oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Namun, seorang ahli epidemiologi COVID-19 dari Airfinity, Dr. Tishya Venkatraman, menjelaskan dampak gelombang kedua COVID-19 di China tidak seburuk gelombang pertama. Hal ini dipengaruhi oleh meningkatnya tingkat imunitas warga negara China.
Namun, dia memperkirakan masih ada kemungkinan jumlah kematian pasien Covid-19 masih tinggi.
“Meskipun gelombang yang berkelanjutan cenderung lebih kecil, itu masih bisa menyebabkan banyak kematian karena ukuran populasi China yang terus bertambah,” jelas Venkatraman.
“Kami telah melihat ini di Jepang, dengan gelombang terakhir menyebabkan banyak kematian meskipun cakupan vaksin tinggi dan kekebalan populasi dasar dari gelombang sebelumnya.”
Sebelumnya, pakar pernapasan di China Zhong Nanshan telah memberikan ramalan jumlah kasus COVID-19 pada Mei 2021. Dia menyebutkan, jumlah kasus COVID-19 di China akan mencapai 65 juta per minggu pada akhir Juni 2023. Angka ini enam kali lebih tinggi dari prediksi Airfinity.
Saat itu, Zhong tidak mengklarifikasi apakah prediksi jumlah kasus termasuk kasus tanpa gejala. Namun, Airfinity mengungkapkan bahwa model prediktifnya hanya mencakup kasus simtomatik.
Tonton Video “Penolakan China atas Tuduhan Ketidaktransparan Terkait Covid-19”
[Gambas:Video 20detik]
(sao/naf)