Jakarta –
Negara-negara Asia Timur memiliki ancaman resesi yang sama. Masyarakat mulai enggan memiliki anak.
Berawal dari berita yang mungkin terdengar tidak biasa, China dilanda resesi seks. China sendiri merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia yang akan mencapai 1,4 miliar pada tahun 2021. Namun belakangan ini angka kelahiran di negeri Tirai Bambu tersebut mulai menurun.
Tingkat kelahiran China turun menjadi 7,52 kelahiran per 1.000 orang tahun lalu. Menurut Biro Statistik Nasional, ini adalah yang terendah sejak pencatatan dimulai pada tahun 1949, ketika Partai Komunis China didirikan.
IKLAN
GULIR UNTUK LANJUTKAN KONTEN
Demografi mengatakan tren ini disebabkan rendahnya jumlah wanita yang menginginkan kehamilan. Oktober lalu, Liga Pemuda Komunis Tiongkok mengeluarkan publikasi yang menyatakan bahwa hampir setengah atau 50% wanita muda yang tinggal di daerah perkotaan di negara tersebut menolak untuk menikah.
Ada beberapa alasan mengapa wanita menolak untuk menikah. Berdasarkan survey, responden menjawab bahwa mereka tidak memiliki waktu untuk membayar biaya pernikahan dan beban ekonomi setelah memiliki anak.
Alasan yang sama juga dimiliki oleh wanita Jepang. Berdasarkan laporan The Guardian, saat ini wanita Jepang enggan memiliki anak karena mahalnya biaya membesarkan anak. Sedangkan ketika memiliki anak, wanita Jepang akan diminta menjadi ibu rumah tangga karena budaya gender yang begitu konservatif.
Profesor Universitas Wanita Showa Naohiro Yashiro mengungkapkan bahwa wanita Jepang juga cenderung enggan untuk menikah. Karena biaya pernikahan itu mahal.
Yashiro memperkirakan bahwa semakin tinggi pendidikan perempuan muda, maka upah mereka akan semakin setara dengan laki-laki. Hal ini menyebabkan rata-rata waktu pencarian partner menjadi lebih lama.
Saat ini rata-rata usia kawin pertama perempuan adalah 29 tahun. Usia ini lebih tua dibandingkan tahun 1980-an yakni 25 tahun.
Kini banyak wanita Jepang yang melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi hingga ke tingkat universitas. Situasinya berbeda dengan zaman dulu yang rata-rata hanya tamat SMA.
Dampak resesi gender sudah terlihat dari menurunnya angka kelahiran di Jepang. Bahkan pada 2021 akan mencapai level terendah sejak pencatatan pertama pada 1899 yakni 811.604 orang.
Selain China dan Jepang, Korea Selatan (Korsel) sudah mengalami resesi darurat seks. Penduduk Korea Selatan tercatat memiliki tingkat kesuburan terendah di dunia yakni 0,81 persen pada 2021. Normalnya sebuah negara harus memiliki tingkat kesuburan 2,1 persen untuk mempertahankan jumlah penduduk.
Pada tahun 2021, jumlah pernikahan di Korea Selatan mencapai titik terendah sepanjang masa yaitu 193.000. Badan Statistik Nasional juga menunjukkan sekitar 260.600 bayi lahir di Korea Selatan tahun lalu, sementara puncak kelahiran di negara tersebut mencapai 1 juta pada tahun 1971.
Banyak anak muda yang menolak menikah karena menganggap menikah bukanlah suatu keharusan. Toh, secara finansial mereka juga dibingungkan oleh ketidakpastian pasar kerja, mahalnya harga rumah, dan mahalnya biaya membesarkan anak.
Sementara itu, banyak wanita menghargai kebebasan. Perempuan mengeluh tentang budaya patriarki yang memaksa mereka melakukan banyak pengasuhan anak sambil menanggung diskriminasi di tempat kerja.
“Singkatnya, orang mengira negara kita bukan tempat yang mudah untuk ditinggali,” kata Lee So-Young, pakar kebijakan kependudukan di Korea Institute of Health and Social Affairs di Korea Selatan.
“Mereka percaya anak-anak mereka tidak dapat memiliki kehidupan yang lebih baik dari mereka, jadi pertanyakan mengapa mereka harus repot memiliki bayi.”
Tonton Video “China Kirim Astronot Generasi Ketiga Tahun 2023”
[Gambas:Video 20detik]
(pin/wsw)