Jakarta –
Jepang saat ini mengalami penurunan besar dalam jumlah kelahiran. Keadaan ini disebabkan oleh banyaknya warga yang menolak untuk menikah dan memiliki anak.
Untuk mengatasinya, pada 1 April, pemerintah Jepang akan mengoperasikan Badan Anak dan Keluarga. Administrasi bertujuan untuk mengatasi masalah-masalah seperti penurunan angka kelahiran, pelecehan anak dan intimidasi.
‘Depresi Seks’ Jepang
Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida meramalkan dalam konferensi pers bahwa pada tahun 2030, jumlah kaum muda di Jepang hanya akan setengah dari sekarang.
IKLAN
GULIR UNTUK LANJUTKAN KONTEN
“Pada tahun 2030-an, populasi muda Jepang akan menurun dua kali lipat dari angka saat ini. Enam hingga tujuh tahun ke depan adalah kesempatan terakhir untuk membalikkan penurunan angka kelahiran,” kata Kishida seperti dikutip Japan Today.
Jumlah bayi baru lahir pada tahun 2022 merupakan rekor terendah dalam 7 tahun terakhir. Angka kelahiran di Jepang di bawah 800 ribu.
Untuk mengatasinya, Kishida kemudian berjanji akan memperluas tunjangan anak dan memperbanyak cuti bagi laki-laki yang baru saja memiliki anak.
Sebagai informasi, konsep ‘depresi seks’ adalah istilah untuk menggambarkan penurunan frekuensi seks. Dalam hal ini penurunan frekuensi persetubuhan berdampak pada penurunan jumlah kelahiran. Tak hanya mengurangi frekuensi berhubungan seks, keputusan pasangan untuk melakukan kebebasan anak juga bisa menjadi alasan.
Selanjutnya: Pasangan Jepang lebih memilih untuk tidak memiliki anak
Tonton Video “Penurunan Populasi dalam 60 Tahun, Generasi Muda China Menolak Punya Keluarga”
[Gambas:Video 20detik]