Jakarta –
Gaya hidup pasangan Korea Selatan berubah di tengah resesi seks yang membayangi. Misalnya, Choi Jung-hee, seorang pekerja kantoran yang baru menikah, enggan memiliki anak.
“Hidup saya dan suami saya adalah yang utama,” katanya kepada The Guardian, dikutip Minggu (27/11/2022).
Dia mengaku sering mendengar ungkapan betapa bahagianya dia memiliki anak. Namun, niat Choi Jung-hee untuk tidak memiliki anak atau tidak memiliki keturunan masih lebih tinggi karena ia juga menggambarkan beban membesarkan anak terlalu besar.
IKLAN
GULIR UNTUK LANJUTKAN KONTEN
“Kami ingin hidup bahagia bersama, dan meskipun orang mengatakan memiliki anak dapat membawa kebahagiaan bagi kami, itu juga sering kali membuat kami merasa ingin menyerah,” lanjutnya.
Mengubah Gaya Hidup
Fakta yang menunjukkan perubahan gaya hidup pasangan Korea Selatan juga terlihat dari data rasio keluarga dengan satu anak. Jumlahnya lebih dari 40 persen.
Tidak hanya itu, jumlah pernikahan mencapai titik terendah sepanjang masa, turun menjadi 193.000 tahun lalu.
“Di negara di mana separuh populasinya sekarang percaya bahwa pernikahan bukanlah suatu keharusan. Beberapa, terutama wanita, memprioritaskan kebebasan pribadi dan dengan sengaja menolak pernikahan sama sekali.”
Meski begitu, budaya mengharapkan wanita menjadi ibu rumah tangga masih tinggi di Korea Selatan. Hal ini juga didorong oleh kesenjangan upah gender Korea Selatan yang merupakan yang terparah di Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD).
Negara ini menempati peringkat terbawah dari indeks glass ceiling Economist, yang mengukur di mana perempuan memiliki peluang terbaik dan terburuk untuk perlakuan yang sama di tempat kerja, selama 10 tahun berturut-turut.
Tonton Video “Pemohon Visa Korea Harus Melampirkan Hasil Ujian TB”
[Gambas:Video 20detik]